Indonesia merupakan Negara yang terletak di daerah ekuator tepatnya berada
pada 11o LS-6o LU dan 95o BT-141o BB. Indonesia memiliki iklim tropis yang
mempunyai 2 musim sepanjang tahunnya yaitu musim kering (kemarau) dan
musim basah (hujan). Secara umum, daerah ekuator mempunyai radiasi matahari
rata-rata yang tinggi sepanjang tahunnya.Hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS,dengan distribusi penyinaran daya rata-rata mencapai 4.8 kWh/m2.. Jumlahterbesar pada tingkat radiasi matahari berada di Indonesia timur yaitu 5,1
kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 9%, sementara untuk di bagian Indonesia
barat yaitu 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10%. Salah satu teknologi PLTS yang banyak dikembangkan saat ini di Indonesiaadalah teknologi PLTS Fotovoltaik On Grid.Teknologi tersebut merupakan jeniseknologi PLTS yang terinterkoneksi langsung dengan sistem kelistrikan. Energilistrik yang dihasilkan oleh panel surya langsung disalurkan ke jaringan PLN.
Teknologi PLTS Fotovoltaik On Grid tidak dilengkapi dengan baterai dan hanyabekerja di siang hari.Di Indonesia terdapat beberapa PLTS yang sudah dibangun menggunakan
jenis On Grid, yaitu PLTS Cirata, berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat,berkapasitas 1 MWp dibangun di atas lahan 1 ha dan PLTS Oelpuah, berlokasi diDesa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa TenggaraTimur dengan kapasitas terbesar di Indonesia saat ini yaitu 5 MWp dibangun diatas lahan seluas 7,5 ha.Prospek pengembangan PLTS FotovoltaikOn Grid di Indonesia sangat baik,Hal tersebut didukung oleh:
Latar Belakang:
Indonesia merupakan Negara yang terletak di daerah ekuator tepatnya berada
pada 11o LS-6o LU dan 95o BT-141o BB. Indonesia memiliki iklim tropis yang
mempunyai 2 musim sepanjang tahunnya yaitu musim kering (kemarau) dan
musim basah (hujan). Secara umum, daerah ekuator mempunyai radiasi matahari
rata-rata yang tinggi sepanjang tahunnya.Hampir seluruh daerah di Indonesia berpotensi untuk dikembangkan PLTS,dengan distribusi penyinaran daya rata-rata mencapai 4.8 kWh/m2.. Jumlahterbesar pada tingkat radiasi matahari berada di Indonesia timur yaitu 5,1
kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 9%, sementara untuk di bagian Indonesia
barat yaitu 4,5 kWh/m2/hari dengan variasi bulanan 10%. Salah satu teknologi PLTS yang banyak dikembangkan saat ini di Indonesiaadalah teknologi PLTS Fotovoltaik On Grid.Teknologi tersebut merupakan jeniseknologi PLTS yang terinterkoneksi langsung dengan sistem kelistrikan. Energilistrik yang dihasilkan oleh panel surya langsung disalurkan ke jaringan PLN.
Teknologi PLTS Fotovoltaik On Grid tidak dilengkapi dengan baterai dan hanyabekerja di siang hari.Di Indonesia terdapat beberapa PLTS yang sudah dibangun menggunakan
jenis On Grid, yaitu PLTS Cirata, berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat,berkapasitas 1 MWp dibangun di atas lahan 1 ha dan PLTS Oelpuah, berlokasi diDesa Oelpuah, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa TenggaraTimur dengan kapasitas terbesar di Indonesia saat ini yaitu 5 MWp dibangun diatas lahan seluas 7,5 ha.Prospek pengembangan PLTS FotovoltaikOn Grid di Indonesia sangat baik,Hal tersebut didukung oleh:
1. Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang mentargetkan pada tahun 2025Energi Baru dan Terbarukan (EBT) dapat berkontribusi hingga sebesar 23%,salah satunya melalui pengembangan PLTS.
2. Berdasarkan data Kementerian ESDM 2016, terdapat 12.659 desa diIndonesia yang belum teraliri listrik dengan baik. Sebanyak 2.915 desadiantaranya belum teraliri listrik sama sekali, sedangkan 9.000 desa lainnyahanya dialiri listrik 2-3 jam dalam sehari.
3. Secara teknis pembangunan PLTS Fotovoltaik On Grid dapat menjagategangan di ujungjaringan transmisi atau distribusi untuk menghindaripenurunan tegangan.
Terbitnya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) No.
12 Tahun 2017 Mengenai pemanfaatan sumber Energi Baru Terbarukan (EBT)
untuk penyediaan tenaga listrik, salah satunya tertuang mengenai pengembangan
PLTS[6]. Menurut pemerintah, terbitnya Peraturan Menteri ESDM No.12/2017
dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi biaya produksi bagi pelaku usaha
Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) tenaga EBT sehingga diharapkan
menghasilkan harga listrik yang kompetitif. Peraturan Menteri ini juga merupakansalah satu upaya pemerintah untuk mengurai permasalahan harga listrik EBT yang
dipandang terlalu mahal sehingga selama ini tidak dapat diserap oleh PLN.
Namun terdapat kekurangan dalam pengembangan PLTS di Indonesia yaitu
dengan terbitnya Peraturan Menteri No. 12/2017 terdapat dampak yang buruk bagi
investor pengembang PLTS dikarenakan dalam aturan tersebut menetapkan hargapembelian listrik maksimal sebesar 85?ri Biaya Pokok Produksi (BPP)setempat. Jika BPP setempat di atas rata-rata BPP nasional, maka harga pembeliantenaga listrik paling tinggi sebesar 85?ri BPP setempat. Namun jika BPPsetempat sama atau di bawah rata-rata BPP nasional, maka harga pembeliannyasama dengan BPP setempat.
Pola penetapan tarif listrik tersebut berpotensimerugikan investor, karena hanya berdasarkan BPP satu pihak yaitu PT.Perusahaan Listrik Negara (PLN). Padahal berdasarkan Pasal 7 UU 30/2007tentang energi disebutkan “Harga energi ditetapkan berdasarkan nilaikeekonomian berkeadilan”.Sebelum Peraturan Menteri ESDM No 12/2017 diterbitkan, harga beli listrikdari PLTS mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 19/2016 tentangPembelian Tenaga Listrik dari energi matahari oleh PT. PLN (Persero)[8]. DalamPeraturan Menteri ESDM No. 19/2016, pemerintah menetapkan feed in tariff(FIT) untuk listrik dari energi matahari dengan menetapkan harga pada kisaranRp. 1.885/kWh - Rp. 3.250/kWh. Tarif ini bervariasi tergantung wilayah dimanaPLTS berada. Contohnya pada wilayah barat khususnya Jakarta, Jawa Barat, JawaTengah, Yogyakarta dan Jawa Timur yang memiliki tarif terendah yaitu Rp.1.885/kWh dan wilayah timur khususnya Papua memiliki tarif tertinggi yaitu Rp.3.225/kWh. Tujuan dari Feed in Tariff adalah untuk menawarkan kompensasiberbasis biaya untuk produsen energi terbarukan, memberikan kepastian hargadan kontrak jangka panjang yang menguntungkan.
Peraturan Menteri ESDM No. 19/2016 melalui Feed in Tariff (FIT) nyamerupakan mekanisme kebijakan yang dirancang untuk mempercepat investasidalam teknologi energi baru terbarukan. Jika dibandingkan kedua regulasi tersebutmaka Peraturan Menteri ESDM No.19/2016 berdampak baik untukpengembangan PLTS Fotovoltaik On Grid karena memiliki nilai pembelian listrikyang tinggi dengan kisaran Rp. 1.885/kWh - Rp. 3.250/kWh tergantung padawilayah pengembangan PLTS tersebut. Hal tersebut yang mendorong investasibesar-besaran dalam pengembangan PLTS di Indonesia. Berbeda denganPeraturan Menteri ESDM No. 12/2017 yang membuat pengembangan PLTSFotovoltaik On Grid melambat dengan mematok pembelian listrik dari energimatahari hanya 85?ri BPP setempat. Munculnya Peraturan Menteri ESDM
No. 12/2017 dikarenakan pihak PLN yang diberatkan dengan mekanisme Feed inTarif pada regulasi sebelumnya yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 19/2016karena biaya pembelian dari energi matahari terlalu tinggi yang menyebabkantidak dapat diserap oleh PLN.Penyebab investasi pengembangan PLTS Fotovoltaik On Grid menjadimelambat diduga dikarenakan terbitnya regulasi Peraturan Menteri ESDM No.12/2017. Penelitian tugas akhir ini dilakukan untuk membuktikan apakah investasipengembangan PLTS Fotovoltaik On Grid melambat karena regulasi tersebut.Dalam proses pembuktian digunakan pendekatan ekonomi teknik denganmenggunakan metode analisis keekonomian investasi untuk melihat seberapabesar pengembangan PLTS Fotovoltaik On Grid di Indonesia dapat terjadi
Terkait biaya atau Financial.
1. Penghematan yang diperoleh dari pemasangan PLTS tergantung pada besar kapasitas terpasang. Untuk kapasitas 6 kWp (setara 6.000 Kw) umumnya berkisar sampai dengan 1 juta/bulan sesuai dengan besarnya pemakaian listrik.
2. Apabila kWh meter listrik PLN sudah diganti/setting ke kWh Exim oleh PLN maka surplus ekspor akan diakumulasikan pada bulan berikutnya sebagai kWh pengurang tagihan. Namun PLTS yang kami desain sesuai dengan kondisi beban pada lokasi dan kapasitas tidak akan melebihi beban pada lokasi tersebut yang bertujuan untuk menghindari adanya ekspor listrik ke PLN.
3. Net metering/kWh exim merupakan kWh meter khusus PLN untuk ekspor/impor daya ke/dari grid (jaringan PLN). Pemasangan net metering ini bersifat optional dan tidak termasuk dalam biaya investasi PLTS yang artinya apabila konsumen menghendaki dilakukan pemasangan net metering maka biaya yang dikeluarkan untuk hal tersebut akan menjadi tambahan biaya yang dibebankan pada konsumen.
4. Biaya pemasangan PLTS ini adalah sebagai berikut
Cash : Rp. 83.500.000,-
( harga ini belum termasuk onglos kirim untuk wilayah luar jawa).
Cicilan : Terdapat penyesuaian dengan bunga yang rendah.